Suatu siang ditengah gerimis yang mengguyur
pinggiran kota jakarta, tampak kesibukan yang luar biasa diperempatan
jalan. Bunyi klakson motor dan mobil yang saling bersahutan menambah
keadaan menjadi lebih hingar bingar. Wajah-wajah suntuk penuh kekesalan
hampir terlihat disetiap orang yang lewat diperempatan itu.
Umpatan-umpatan sesama pengguna jalan yang saling bersenggolan menjadi
pemandangan biasa dan beceknya jalan karena gerimis seakan menjadi
klimaks ruwetnya jalanan itu. Sementara petugas pengatur jalan, seolah
hanya bisa pasrah menerima keadaan yang hampir tiap hari terjadi.
Pernah sekali waktu jalan ini lancar, lengang malah. Tapi rupanya itu terjadi manakala ada pejabat yang mau lewat. Namun jika pejabat berlalu, macet kembali menghampiri. Bahkan lebih parah. Terus kapan kami bisa menikmati perjalanan tanpa hambatan? Lalu kapan kami bisa melihat jalanan sepi?
Kami ini memang hanya orang kecil, yang sedang mengais rejeki dipinggiran kota Jakarta. Karena kami memang hanya orang pinggiran. Tapi, apa kami tidak boleh menikmati jalanan tanpa macet? apa hanya para pejabat saja yang berhak menikmatinya.
Sudahlah…iklaskan saja, memang begitu nasib rakyat kecil.
Sudahlah…ikhlaskan saja, memang begitu nasib orang pinggiran .
Sudahlah…ikhlaskan saja, ikhlaskan saja…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar!